10 Cara Menumbuhkan Rasa Empati Dalam Diri
Hai Sobat Berkat! Temukan 10 cara menumbuhkan rasa empati untuk membangun hubungan yang hangat, penuh pengertian, dan lebih manusiawi setiap hari.
Pernahkah kamu merasa nggak dimengerti oleh orang lain? Rasanya seperti ngomong ke tembok, ya? Padahal yang kamu butuhin cuma didengerin, dimengerti, dan diterima apa adanya. Nah, perasaan kayak gitu bisa jadi kita juga pernah bikin orang lain ngerasain, tanpa sadar.
Empati itu ibarat jembatan penghubung antarmanusia. Ia nggak cuma soal “kasihan sama orang,” tapi lebih dari itu: memahami dari dalam, menyelami perasaan mereka, dan hadir sepenuh hati.
Bagi kamu yang lagi berusaha menjadi manusia yang lebih baik – entah sebagai pelajar, mahasiswa, guru, orang tua, relawan, atau profesional – menumbuhkan empati bisa jadi game changer dalam hubunganmu.
Dan kabar baiknya, empati itu bisa dilatih, bro! Artikel ini akan ngajak kamu menyelami 10 langkah konkret cara menumbuhkan rasa empati. Yuk, kita mulai perjalanan reflektif ini bareng-bareng.
Apa Itu Empati?
Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, seolah-olah kita berada di posisi mereka. Ini bukan cuma tentang “merasakan kasihan” atau menunjukkan simpati secara sepintas, tapi benar-benar masuk ke dalam perspektif dan emosi orang lain tanpa menghakimi.
Kalau simpati ibarat berkata, “Saya ikut sedih mendengarnya,” maka empati berkata, “Saya bisa merasakan apa yang kamu rasakan.”
Menurut Daniel Goleman, pakar kecerdasan emosional, empati merupakan bagian penting dari kecerdasan emosional, yang membuat kita mampu membangun hubungan sosial yang sehat dan bermakna. Ia menyebut empati sebagai “kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasakan rasa sakit atau kesenangan mereka seolah-olah itu milik kita sendiri.” (Goleman, Emotional Intelligence, 1995).
Empati bukan sekadar ikut sedih waktu temen cerita putus cinta. Lebih dari itu, empati adalah kemampuan untuk masuk ke sepatu orang lain, merasakan jalan yang mereka tempuh, tanpa nge-judge atau ngasih ceramah.
Ada dua tipe empati yang umum:
- Empati kognitif: kemampuan memahami pikiran orang lain.
- Empati emosional: kemampuan ikut merasakan perasaan mereka.
Kenapa sih ini penting?
- Bikin hubungan lebih hangat dan jujur.
- Kurangi konflik karena kita nggak asal bereaksi.
- Ngebentuk lingkungan yang saling mendukung dan menghargai.
Contoh nyatanya? Guru yang mendengar murid curhat tanpa menghakimi bisa membangun kepercayaan. Orang tua yang peka terhadap emosi anak akan bikin anak merasa aman. Relawan yang paham penderitaan warga terdampak bencana akan memberi bantuan yang lebih tepat.
Cara Menumbuhkan Rasa Empati
Empati bukan cuma soal bisa bilang “aku ngerti kok perasaanmu”, tapi tentang benar-benar merasakan apa yang orang lain rasakan, dan hadir untuk mereka tanpa menghakimi.
Di zaman yang serba cepat dan sibuk ini, empati sering kali jadi hal yang langka, padahal justru sangat dibutuhkan untuk membangun hubungan yang tulus, harmonis, dan saling menghargai.
Berikut adalah 10 cara menumbuhkan empati yang bisa kamu lakukan mulai dari hari ini juga. Yaitu:
1. Menjadi Pendengar yang Empatik
Mendengarkan bukan cuma soal telinga, tapi juga soal hati yang hadir. Sayangnya, kebanyakan dari kita selama ini cuma “nunggu giliran bicara”, bukan benar-benar menyimak. Padahal, jadi pendengar yang empatik itu kunci pertama dalam menumbuhkan koneksi emosional yang sehat.
Gimana caranya? Singkirkan semua gangguan: HP, notifikasi, TV, bahkan pikiran yang melayang. Latih dirimu buat hadir penuh di momen itu. Lihat mata mereka. Jangan hanya menatap layar. Kontak mata yang lembut dan ekspresi wajah yang tenang bikin lawan bicara merasa dihargai.
Tahan mulut buat nggak nyela atau buru-buru kasih solusi. Orang kadang cuma butuh didengarkan, bukan di-“fix”.
Tips praktisnya, diam 2–3 detik setelah mereka selesai bicara. Ini memberi ruang agar kata-kata mereka benar-benar “mendarat”. Coba ucapkan: “Kedengarannya kamu lagi kecewa karena hal itu ya?” Ini bukan cuma tanda kamu mendengar, tapi kamu juga berusaha memahami.
Seorang guru yang dengan sabar mendengarkan curhat muridnya tanpa menyela atau menghakimi akan membangun kepercayaan seumur hidup. Murid merasa dimengerti, dan empati pun tumbuh di dua arah.
2. Menempatkan Diri pada Posisi Orang Lain
Kunci empati itu: bayangin kalau kamu yang ada di posisi dia. Misal: temanmu habis dimarahin bos. Reaksimu apa? Nyinyir? Kasih saran yang nggak diminta? Atau coba duduk sejenak dan pikir, “Kalau aku di posisi dia, mungkin aku juga malu, kesal, dan ngerasa nggak dihargai.”
Inilah yang disebut perspective-taking — melatih diri untuk melihat dunia dari mata orang lain. Latih setiap kali ngobrol: jangan langsung menyimpulkan, jangan bandingkan cerita mereka dengan pengalamanmu sendiri. Cukup hadir dan rasakan “kalau aku jadi dia…”
Bayangin kalau semua orang terbiasa bilang, “Kalau aku di posisi kamu, mungkin aku juga bakal ngerasa kayak gitu…” Dunia pasti jadi lebih lembut, lebih paham, dan lebih saling menguatkan.
3. Menghindari Sikap Menghakimi
Kita manusia emang jagonya nge-judge cepat. Lihat orang nangis, langsung mikir, “Ah lebay.” Padahal, kamu nggak tahu luka apa yang lagi mereka bawa. Empati butuh waktu buat mengganti refleks nge-label jadi rasa ingin tahu.
Saat kamu terganggu oleh sikap seseorang, pause. Tahan reaksi awal. Jangan langsung ngomel atau ngegosip. Tanyakan dalam hati: “Apa ya yang bikin dia bisa bereaksi kayak gitu?” Kamu bisa ganti prasangka dengan penasaran yang penuh welas asih.
Hasilnya? Orang merasa diterima apa adanya. Dan kamu sendiri jadi nggak capek mikirin hal-hal negatif. Empati itu bukan soal “setuju dengan semua orang”, tapi soal membuka ruang bagi mereka untuk jadi manusia.
4. Meningkatkan Kesadaran Emosional Diri
Gimana kamu bisa ngerti perasaan orang lain kalau kamu sendiri nggak ngerti perasaanmu? Kamu harus mulai dari diri sendiri. Tanya: “Hari ini aku ngerasa apa?” “Kenapa aku marah tadi siang?” “Apa yang bikin aku bahagia barusan?”
Journaling 5 menit sebelum tidur bisa bantu kamu kenal lebih dalam sama dirimu. Saat kamu belajar mengakui emosi sendiri tanpa menghakimi, kamu akan lebih bisa memahami kompleksitas perasaan orang lain.
Contoh: kamu yang pernah ngerasa cemas sebelum presentasi, akan lebih peka ke teman yang gugup. Inilah yang disebut emotional intelligence — fondasi empati yang sehat.
5. Perluas Pergaulan dan Tunjukkan Rasa Ingin Tahu
Kalau kamu cuma ngobrol sama orang-orang yang satu circle terus, ya wajar aja empatinya stagnan. Empati berkembang ketika kamu membuka diri ke dunia yang berbeda.
Coba ngobrol sama orang dari latar belakang budaya yang beda. Teman dari usia berbeda. Orang dengan profesi yang nggak pernah kamu bayangin.
Mahasiswa yang ikut komunitas lintas budaya akan belajar bahwa perbedaan bukan untuk dihakimi, tapi dipahami. Latih pertanyaan terbuka seperti: “Apa yang bikin kamu tertarik sama pekerjaanmu?” atau “Pindah kota pasti nggak gampang ya, gimana kamu menghadapinya?”
Dari rasa ingin tahu yang tulus inilah, empati tumbuh.
6. Keluar dari Zona Nyaman dan Belajar Rendah Hati
Pernah ngerasa jadi “anak baru” di tempat asing? Gak tahu siapa pun, gak ngerti sistemnya, dan semuanya terasa canggung? Itu rasanya kayak jadi minoritas. Dan pengalaman seperti itu bisa banget melatih empati.
Coba ikut volunteering di tempat baru. Ikut kelas atau hobi yang kamu nggak jagoin. Rasa kikuk dan rendah diri itu bikin kamu sadar: semua orang berjuang dengan caranya sendiri. Dari situ, kamu belajar untuk nggak cepat menghakimi dan lebih sabar menghadapi orang lain.
7. Berbuat Baik dan Membantu Orang Lain
Empati itu bukan cuma soal perasaan — tapi juga tindakan. Sekecil apa pun, bantu orang lain. Bantu rekan kerja selesaikan tugas. Bantu tetangga angkat galon. Senyum dan sapa tukang parkir di pagi hari.
Hal kecil ini bisa jadi penyelamat hari seseorang. Kamu nggak tahu seberapa dalam dampaknya. Karena setiap aksi kebaikan adalah latihan empati yang real.
Baca Juga : Cara Menolong Orang Lain dengan Tulus dan Efektif
8. Berlatih Meditasi dan Mindfulness
Kadang kita nggak bisa empatik… karena kita sendiri lagi overthinking, burnout, atau stres berat. Pikiran riuh bikin kita sulit hadir buat orang lain.
Solusinya? Coba mindfulness. Ambil 5 menit: duduk diam, fokus pada napas. Saat pikiran ngelantur, tarik pelan balik ke momen ini.
Dengan latihan ini, kamu jadi lebih peka membaca ekspresi dan emosi orang. Nggak gampang kebawa suasana negatif. Lebih tenang dan sadar sebelum merespons. Kalau bingung mulai dari mana, kamu bisa coba pakai aplikasi kayak Headspace atau Insight Timer.
9. Belajar dari Cerita dan Pengalaman Orang Lain
Cerita itu jembatan menuju empati. Baca novel, tonton film dokumenter, atau dengarkan podcast yang ngebahas pengalaman hidup orang lain.
Saat baca buku tentang anak Palestina, kamu ikut ngerasa pedih — meski belum pernah ke sana. Dengerin cerita penyintas kekerasan bikin kamu lebih peka ke teman yang gampang defensif.
Buat guru atau orang tua, ceritakan kisah penuh nilai ke anak-anak. Buku dongeng yang mengandung moral tentang membantu sesama bisa menanamkan empati sejak dini.
10. Lakukan Refleksi Diri secara Rutin
Empati itu bukan tujuan, tapi proses. Akhiri hari dengan pertanyaan: “Tadi aku sudah cukup hadir nggak buat orang-orang di sekitarku?” “Apa ada momen aku kurang sabar, kurang dengerin, atau terlalu cepat menilai?”
Tuliskan. Rasakan. Jangan dihakimi. Cukup disadari. Kalau kamu rutin refleksi, empati akan jadi kebiasaan. Dan dari kebiasaan itu, perlahan jadi karakter. Karakter orang yang bukan cuma baik di luar, tapi juga lembut dan tulus di dalam.
Baca Juga : 10 Cara Memperbaiki Diri agar Lebih Baik
Empati itu bukan soal jadi orang sempurna. Tapi soal jadi manusia yang mau berusaha memahami orang lain, walau pelan-pelan. Mulailah dari langkah kecil — dengarkan dengan sungguh-sungguh, hadir dengan sepenuh hati, dan latih kesadaranmu setiap hari.
Kalau kamu merasa artikel ini berguna, kamu bisa bantu bagikan atau simpan untuk dibaca ulang. Dan jangan lupa, empati dimulai dari kamu. Hari ini.
Kesimpulan
Empati adalah proses seumur hidup. Bukan soal langsung bisa, tapi soal konsisten mencoba.
Dengan menumbuhkan empati, kamu akan:
- Membangun hubungan yang lebih hangat dan jujur.
- Mengurangi konflik dan kesalahpahaman.
- Menjadi pribadi yang lebih peka dan penuh kasih.
Dan yang terpenting: kamu bisa menjadi agen perubahan. Bayangkan jika semua orang di dunia lebih empatik, pasti dunia ini jadi tempat yang lebih damai.
Jadi, yuk mulai sekarang. Pilih satu langkah dari atas dan praktikkan hari ini juga. Dengarkan temanmu tanpa menginterupsi, atau cukup sapa orang asing dengan tulus.
Sudah siap jadi agen kebaikan? Yuk, sebarkan empati dan bantu mereka yang membutuhkan lewat aksi nyata. Kunjungi rumahberkat.com, platform donasi online yang memudahkanmu menolong sesama dengan hati.
Mari tumbuhkan empati dan sebarkan kebaikan bersama!
FAQs Cara Menumbuhkan Rasa Empati
1. Apa perbedaan empati dan simpati?
Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan emosi orang lain seolah-olah kamu berada di posisi mereka, sedangkan simpati lebih ke rasa prihatin atau kasihan tanpa benar-benar menyelami perasaan orang tersebut. Jadi, kalau empati bikin kamu ikut merasakan luka seseorang, simpati hanya membuatmu mengamati dari kejauhan.
2. Apakah empati bisa dilatih?
Bisa banget! Empati adalah keterampilan emosional yang bisa diasah lewat latihan, seperti mendengarkan aktif, refleksi diri, memperluas pergaulan, dan melatih kehadiran penuh saat berinteraksi. Semakin sering kamu berlatih memahami perasaan orang lain tanpa menghakimi, semakin peka juga empati kamu tumbuh.
3. Kenapa saya merasa sulit berempati pada orang tertentu?
Wajar banget kalau kita merasa susah berempati pada orang yang sangat berbeda pandangan atau pernah menyakiti kita. Namun, ini bisa dilatih dengan menyadari bias pribadi, membuka diri pada perspektif baru, dan mengingat bahwa memahami bukan berarti membenarkan, tapi usaha untuk jadi manusia yang lebih peduli.
4. Apakah terlalu empatik itu berbahaya?
Terlalu menyerap emosi orang lain tanpa batas bisa bikin kamu kelelahan secara emosional atau mengalami empathetic burnout. Makanya, penting juga untuk jaga keseimbangan: bantu dan dengarkan orang lain, tapi tetap rawat diri sendiri dengan menjaga batas dan punya waktu untuk self-care.
5. Apakah empati penting dalam dunia kerja?
Sangat penting! Di dunia kerja, empati bikin kolaborasi jadi lebih lancar, komunikasi lebih terbuka, dan konflik lebih mudah diselesaikan. Pemimpin atau rekan kerja yang empatik biasanya lebih disukai karena mampu menciptakan lingkungan yang saling mendukung dan membuat orang merasa dihargai.
6. Apakah anak-anak bisa belajar empati?
Justru masa anak-anak adalah waktu terbaik menanamkan empati, lho! Dengan cara sederhana seperti membacakan cerita yang menyentuh hati, memberi contoh perilaku empatik, atau mengajak anak mengenali dan menamai perasaannya, kita bisa bantu mereka tumbuh jadi pribadi yang peduli sejak dini.
7. Bagaimana cara mulai menerapkan empati hari ini?
Mulailah dari hal kecil: dengarkan orang lain tanpa menyela, coba pahami perasaannya sebelum menilai, dan beri respon yang menunjukkan kepedulian seperti “aku bisa bayangin rasanya.” Kamu juga bisa langsung berbuat baik, misalnya dengan membantu teman, menyapa orang dengan tulus, atau ikut berdonasi lewat rumahberkat.com.